Asrulfaqih's Blog

Di sebuah hutan terdapat raja hutan (singa) yang merasa dirinya hebat. Dan untuk melegalisasikan kehebatannya, maka si singa bertanya kepada sebagian penghuni hutan. Bertanyalah si singa kepada seekor gorila. Singa : “Hai gorila, siapakah yang paling gagah di hutan ini?” Gorila: “Anda tuan ku.” Banggalah si singa mendengar itu.

Kemudian ia bertemu dengan seekor Badak. Singa : “Hai Badak, siapakah yang paling gagah dan hebat di hutan ini?” Badak: “Sudah tentu Anda tuanku.” Banggalah si singa mendengar itu.

Dia menlanjutkan perjalanannya dan bertemu dengan seekor Banteng. Singa : “Hai Banteng, siapakah yang paling gagah, kuat dan hebat di hutan ini?” Banteng: “Sudah tentu Anda, wahai tuanku.” Mendengar jawaban-jawaban dari sebagian hewan yang ia temui, merasa sombonglah si singa.

Kemudian ia berjalan kembali, dan di tengah jalan ia bertemu dengan seekor gajah. Singa : “Hai gajah, siapakah yang paling gagah dan perkasa di hutan ini?” Tetapi gajah tidak menjawab, dan diluar dugaan singa, gajah langsung menghajar, menendang dan menginjak-injak singa hingga babak belur. Kemudian gajah berlalu meninggalkan si singa di tengah hutan. Dengan badan yang sudah babak belur, si singa berkata kepada gajah, “hai gajah….!! Kalo nggak tau jawabannya jangan marah gitu donggggggg ….” ..$%%#&%78

1.Pengertian Emosi

Emosi adalah sesuatu yang kompleks dalam diri manusia.. Dalam Kamus Psikologi yaitu Mu’jam Ilm al-Nafs, mengartikan emosi sebagai infi’al yaitu keadaan dalam diri yang menunjukkan pengalaman dan perbuatan didzahirkan dalam suatu peristiwa yang berlaku seperti perasaan takut, marah, kecewa, gembira, suka dan duka. Dalam Encyclopedia of Social Psychology, mendefinisikan emosi sebagai hasil tindak balas kepada sesuatu kejadian atau peristiwa termasuk tindak balas psikologikal, tindak balas tingkah laku, tindak balas kognitif dan perasaan dialami sama ada menggembirakan atau tidak. Menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.

2. Emosi mempengaruhi perubahan fisik dan tingkah laku

 Emosi adalah warna afektif yang  kuat dan disertai oleh  perubahan-perubahan pada  fisik. Pada saat terjadi emosi  sering kali terjadi perubahan- perubahan pada fisik antara lain  (1) reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona, (2) peredaran darah: bertambah cepat bila marah, (3) denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut, (4) pernapasan: bernapas panjang kalau kecewa, (5) pupil mata: membesar mata bila marah, (6) liur: mengering kalau takut atau tegang, (7) bulu roma: berdiri kalau takut, (8) pencernaan: mencret-mencret kalau tegang, (9) otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar (tremor), (10) komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif. (Sunarto, 2002:150)

Dibawah ini adalah beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu di antaranya sebagai berikut:
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi)
c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian social, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengarui sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. (Yusuf, 2004 : 115)

3. Karakteristik Perkembangan Emosi

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu.

Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).
Emosi itu sendiri terjadi akibat adanya :
a. Stimulus yang merangsang atau menyentuh perasaan sehingga menimbulkan perasaan atau kata hati yang menyatakan suka atau tidak suka, sedih atau senang, puas atau tidak puas, dan sebagainya (consienceness)
b. Kesadaran yang mengaplikasikan perasaan yang timbul (awareness)
c. Khayal/bayangan atas kehendak yang ingin diwujudkan (imagination)
d. Keputusan yang diambil (decision)
e. Respons yang diwujudkan dalam bentuk verbal dan atau non verbal (reaction)

         Pola emosi remaja adalah sama dengan pola emosi kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaan yang terlihat terletak pada macam dan derajat rangsangan yang mengakibatkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi remaja.

a. Cinta/kasih sayang

Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Tidak ada remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.(Sunarto,2002:152)
            Pada zaman remaja adalah puncak wujudnya perasaan cinta romantis. Remaja yang mempunyai ciri-ciri romantik adalah remaja yang mengalami tarikan heteroseksual (tarikan antara remaja yang berlainan kelamin) melalui pendampingan mereka dengan remaja lain. Menurut Dr Rohaty Majzub, perasaan romantis membawa pengertian bahwa mereka menganggap dan menggambarkan individu yang dicintai itulah yang paling ideal, mempunyai watak, sahsiah atau ciri-ciri yang memikat hati remaja. Perasaan romantis remaja mempunyai pengaruh mendalam kepada hidup mereka. Perasaan romantis ini mendorong remaja menulis dalam diary peribadi. Penulisan diary peribadi adalah ciri yang menunjukkan pengasingan diri dan keupayaannya untuk menguraikan mengenai dirinya di samping keinginannya untuk lari daripada gelisah melanda dirinya. Remaja akan mencatatkan peristiwa harian terutama bagi menggambarkan perasaannya sama ada perasaan cinta, kecewa dan gembira.

            Kebutuhan akan kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari pengakuan dan kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang dewasa lainnya. Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang mobilitas tinggi. Kebutuhan akan kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan yang lain. Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan emosional (Yusuf , 2005:206)

b. Gembira dan bahagia

Perasaan gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan takut atau tingkah problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu mandapat sambutan oleh yang dicintai. Perasaan bahagia ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu. Bahagia muncul karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya.

c. Kemarahan dan Permusuhan

Dalam upaya memahami remaja, ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah.
1) Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Selama masa remaja, fungsi marah terutama untuk melindungi haknya untuk menjadi independent, dan menjamin hubungan antara dirinya dan   pihak lain yang berkuasa.
2). Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap-sikap di mana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi kemarahan masa lalu. Sikap permusuhan berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau kecendrungan untuk merasa tersiksa. Sikap permusuhan tanpak dalam cara-cara yang bersifat pura-pura; remaja bukannya menampakkan kemarahan langsung tetapi remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar.
3). Perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk yang samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alat kemarahan.
4). Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami. (Sunarto, 2002:154)

d. Ketakutan dan Kecemasan

Menjelang anak mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itusendiri.
            Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Tidak ada seorangpun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah terhadap rasa takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.
Rasa takut yang disebabkan otoriter orang tua akan menyebabkan anak tidak berkembang daya kreatifnya dan menjadi orang yang penakut, apatis, dan penggugup. Selanjutnya sikap apatis yang ditimbulkan oleh otoriter orang tua akan mengakibatkan anak menjadi pendiam, memencilkan diri, tak sanggunp bergaul dengan orang lain (Willis, 2005:57)

e. Frustasi dan Dukacita

Frustasi merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan kebutuhannya, terutama bila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri. Konsekuensi frustasi dapat menimbulkan perasaan rendah diri.
            Dukacita merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga depresi.(http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm)

4. Pembagian emosial remaja berdasarkan umur

 Biehler (1972) dalam (Sunarto, 2002:155) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12–15 tahun dan usia 15–18 tahun
Ciri-ciri emosional remaja usia 12-15 tahun :
a) Pada usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
b) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
c) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin saja terjadi.
d) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
e) Remaja terutama siswa-siswa SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih obyektif.
 Ciri-ciri emosional remaja usia 15–18 tahun
a) ‘Pemberontakan’ remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
b) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka.
c) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di antara mereka terlalu tinggi menafsirkan kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.

5. Faktor-Faktor Yang  Mempengaruhi Perkembangan  Emosi Remaja 

Sejumlah penelitian tentang  emosi remaja menunjukan  bahwa perkembangan emosi  mereka bergantung pada  faktor kematangan dan faktor  belajar. Kematangan dan belajar  terjalin erat satu sama lain  dalam mempengaruhi  perkembangan emosi.  Perkembangan intelektual  menghasilkan kemampuan untuk  memahami makna yang  sebelumnya tidak dimengerti  dimana itu menimbulkan emosi  terarah pada satu objek.  Kemampuan mengingat juga  mempengaruhi reaksi emosional.  Dan itu menyebabkan anak- anak menjadi reaktif terhadap  rangsangan yang tadinya tidak  mempengaruhi mereka pada  usia yang lebih muda. Kegiatan belajar juga turut  menunjang perkembangan  emosi. Metode belajar yang  menunjang perkembangan  emosi, antara lain yaitu : 
a. Belajar dengan coba-coba Anak belajar secara coba-coba  untuk mengekspresikan emosi  dalam bentuk perilaku yang  memberikan pemuasan terbesar  kepadanya dan menolak  perilaku yang memberikan  pemuasan sedikit atau sama  sekali tidak memberikan  kepuasan. 
b. Belajar dengan cara meniru Dengan cara mengamati hal-hal  yang membangkitkan emosi  orang lain. Anak-anak bereaksi  dengan emosi dan metode  ekspresi yang sama dengan  orang-orang yang diamatinya. 
c. Belajar dengan  mempersamakan diri 

 Anak menyamakan dirinya  dengan orang yang dikagumi  dan mempunyai ikatan emosional  yang kuat dengannya. Yaitu  menirukan reaksi emosional  orang lain yang tergugah oleh  rangsangan yang sama. 
d. Belajar melalui pengkondisian 
 Dengan metode ini objek situasi  yang pada mulanya gagal  memancing reaksi emosional,  kemudian dapat berhasil dengan  cara asosiasi. penggunaan  metode pengkondisian semakin  terbatas pada perkembangan  rasa suka dan tidak suka,  setelah melewati masa kanak- kanak. 

e. Pelatihan atau belajar di  bawah bimbingan dan  pengawasan 
Dengan pelatihan, anak-anak  dirangsang untuk bereaksi  terhadap rangsangan yang  biasa membangkitkan emosi  yang menyenangkan dan  dicegah agar tidak bereaksi  secara emosional yang tidak  menyenangkan. Anak memperhalus ekspresi- ekspresi kemarahannya atau  emosi lain ketika ia beranjak  dari masa kanak-kanak menuju  masa remaja. Mendekati  berakhirnya remaja, seorang  anak telah melewati banyak  badai emosional, ia mulai  mengalami keadaan emosional  yang lebih tenang dan telah  belajar dalam seni  menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi yang  ditunjukan mungkin merupakan  selubung yang disembunyikan.  Contohnya, seorang yang  merasa ketakutan tetapi  menunjukan kemarahan, dan  seseorang yang sebenarnya  hatinya terluka tetapi ia malah  tertawa, sepertinya ia merasa  senang.

6. Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi 

Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda.
            Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkn dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya, mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi.
Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok keluarga, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Misalnya marah bagi laki-laki, dibandingkan dengan emosi takut, cemas, dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum umum terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan marah juga lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.

7.  Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku Serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah  Laku

Rasa takut dan marah dapat menyebabkan seorang gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah, sistem pencernaan mungkin berubah selama permunculan emosi. Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak enak menghambat pencernaan.
Gangguan emosi dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Hambatan-hambatan dalam berbicara tertentu telah ditemukan bahwa tidak disebabkan oleh kelainan dalam organ berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang menjadi gagap.
Sikap takut, malu-malu merupakan akibat dari ketegangan emosi dan dapat muncul dengan hadirnya individu tertentu. Karena reaksi kita yang berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai, maka jika kita merespon dengan cara yang sangat khusus terhadap hadirnya individu tertentu akan merangsang timbulnya emosi tertentu.
           Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Dengan demikian dialog antara orang tua dengan remaja sering terjadi. Dalam dialog tersebut mereka akan mengungkapkan keresahan, tekanan batin, cita-cita, keinginan, dan sebagainya. Akhirnya jiwa remaja akan makin tenang. Jika demikian maka remaja akan mudah diajak untuk bekerja sama dalam rangka mengajukan dirinya dibidang pendidikan dan karir (Willis,2005:22)

 

8. Upaya Pengembangan, Pengelolaan dan Pengandalian Emosi

Rasa marah, kesal, sedih atau gembira adalah hal yang wajar yang tentunya sering dialami remaja meskipun tidak setiap saat. Pengungkapan emosi itu ada juga aturannya. Supaya bisa mengekspresikan emosi secara tepat, remaja perlu pengendalian emosi. Akan tetapi, pengendalian emosi ini bukan merupakan upaya untuk menekan atau menghilangkan emosi melainkan:
a. Belajar menghadapi situasi dengan sikap rasional
b. Belajar mengenali emosi dan menghindari dari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat menimbulkan respon emosional. Untuk dapat menanfsirkan yang obyektif, coba tanya pendapat beberapa orang tentang situasi tersebut.
c. Bagaimana memberikan respon terhadap situasi tersebut dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebihan atau proporsional, sesuai dengan situasinya, serta dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan social.
d. Belajar mengenal, menerima, dan mngekspresikan emosi positif (senang, sayang, atau bahagia dan negative (khawatir, sedih, atau marah) (http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm).

Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena remaja kurang mau bersusah payah  menilai sesuatu dengan kepala dingin. Bawaannya main perasaan. Kegagalan mengekspresikan emosi juga karena kurang mengenal perasaan dan emosi sendiri sehingga jadi “salah kaprah” dalam mengekspresikannya.
Karena itu, keterampilan mengelola emosi sangatlah perlu agar dalam proses kehidupan remaja bisa lebih sehat secara emosional. Keterampilan mengelola  misalnya sebagai berikut:
a. Mampu mengenali perasaan yang muncul baik dalam diri sendiri maupun orang lain.
b. Mampu mengemukakan perasaan dan dapat menilai kadar perasaan
c. Mampu mengelola perasaan diri sendiri
d. Mampu mencoba untuk mengilangkan emosi negative, karena ini akan menyebabkan stress.

e. Mampu mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain
f. Mampu mengendalikan diri.

Selain mengembangkan emosi, para remaja diharapkan bisa mengendalikan emosi mereka. Remaja harus segera menyadari apabila pikirannya telah dikuasai oleh hawa nafsu, dan langsung berupaya untuk menundukkan hawa nafsu yang tidak terkendali tersebut dengan cara berwudhu, minum air putih, duduk atau berbaring dan mohon perlindungan dari Allah SWT., sebagaimana hadis Rasulullah berikut :
“Sesungguhnya marah itu digerakkan oleh syetan yang terbuat dari api, dan api dipadamkan oleh air, barang siapa sedang marah, segeralah berwudhu”
(Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud).
“Jika salah seorang di antara kamu marah ketika berdiri, segeralah ia duduk, jika kemarahan belum mereda, segeralah ia berbaring, dan ucapkanlah “Aku berlindung pada Allah dari godaan syetan yang terkutuk”
(Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar).

Ketika marah, ucapkan : “Astagfirullah”

Ketika bahagia, ucapkan : “Alhamdullilah”

Ketika kagum, ucapkan : “Subhanallah”

Ketika takut, ucapkan : “Allahu Akbar”

Ketika panik, ucapkan : Laa hawla walaa quwwata illa billah”

“Ingatlah hanya dengan mengingat Allah – lah hati menjadi tentram” (Ar-Ra’d 13 : 28)                 

            Dalam keseharian remaja juga harus berlatih untuk melakukan dialog dengan diri sendiri dalam menghadapi setiap masalah, muhasabatun nagsi, bersikap positif dan optimistis, serta mampu mengembangkan harapan yang realistis. Remaja juga harus mampu menafsirkan isyarat-isyarat social. Artinya, mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku remaja dan melihat dampak perilaku remaja, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat dimana remaja berada. Remaja juga harus dapat memilih langkah-langkah yang tepat dalam setiap penyelesaian masalah yang remaja hadapi dengan mempertimbangkan resiko yang akan terjadi

Referensi

Anda Juanda (2006), Pengembangan Nilai-Nilai Afektif pada Remaja melalui Pendidikan Keluarga. http://www.pages-yourfavorite.com/ppsupi/ abstrakpu2004.html

Chatarina Wahyurini & Yahya Ma’shum (2006), Iiih … Emosi Banget Deh. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/26/muda/933870.htm)

 Gunarsa, Singgih. 1990. Dasar  & Teori Perkembangan Anak.  Jakarta : PT BPK Gunung mulia

 Hurlock, B. 1990.  Perkembangan Anak. Jakarta :  Erlangga

 

Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

 

Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Sarwono, Sarlito W. 1991.  Psikologi Remaja. Jakarta :  Rajawali Press 

Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Syamsudin, Abin M. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Willis, Sofyan. (2005). Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya

Yusuf, Syamsu (2004). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung. Remaja Rosda Karya.

Arsip